Senin, 25 April 2016

MAKALAH TAUHID KONSEP TAKDIR DALAM PENINGKATAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA

MAKALAH TAUHID
KONSEP TAKDIR DALAM PENINGKATAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA


Dosen Pengampu :
M Jamil, M.Ag

Disusun Oleh :
Avida Zulfiana D                  (15820169)
Celya Candra Dewi              (15820187)
Muhammad Ihsan Revi        (15820198)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2015





KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu dengan judul “Konsep Takdir Dalam Peningkatan Mutu Sumber Daya Manusia” yang mencakup tentang pengertian takdir, konsep takdir dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan pengaruh taqdir dalam meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Makalah ini ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah tauhid, dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi dosen dan teman-teman yang membaca maklah ini. Tentuya makalah ini masih sangat jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan saran sangat diharpkan oleh penulis.
                                                  
Penyusun



DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN


Di era yang sudah maju ini persoalan tentang takdir tidak henti-hentinya dibicarakan oleh banyak orang serta perbedaan pendapat yang selelu simpang siur. Hal ini dinyatakan dalam al- kitab yang berisikan segala sesuatu yang terjadi didalam diri seseorang sudah tertulis dalam al- kitab tersebut. Percaya atu beriman terhadap takdir allah swt merupakan salahsatu rukun iman yang harus dipercayai oleh setiap umat agama islam. Namun dalam mempercayai suatu takdir masih menjadi persoalan dan pemahaman yang begitu rumit, karena keberadaan takdir yang bersifat ghaib, abstrak, dan tidakmudah dipahami oleh pemikiran manusia, sebagimana rukun- rukun iman yang lain. Masalah kegaiban dan keabstrakan dari keenam rukun iman kemudian memunculkan berbagai macam problem pemahaman bagi manusia termasuk yang ghaib mengenai pemahaman takdir tuhan.

1.      Apakah yang dimaksud dengan takdir?
2.      Apa saja pembagian takdir?
3.      Bagaimanakah pendapat manusia tentang takdir?
4.      Bagaimanakah konsep takdir?
5.      Bagaimanakah dimensi pemahaman takdir dalam pelaksanaannya?
6.      Apakah yang dimaksud dengan sumber daya manusia?
7.      Bagaimanakah cara menyikapi takdir agar kualitas sumber daya manusia meningkat?
8.      Apa saja manfaat iman kepada takdir?

1.      Mengetahui pengertian takdir.
2.      Mengetahui pembagian takdir.
3.      Mengetahui pendapat manusia tentang takdir.
4.      Mengetahui konsep takdir.
5.      Mengetahui bagaimana dimensi pemahaman takdir dalam pelaksanaannya.
6.      Mengetahui pengertian sumber daya manusia.
7.      Mengetahui cara untuk menyikapi takdir agar kualitas sumber daya manusia meningkat.
8.      Mengetahui menfaat-manfaat iman kepada takdir.



BAB II

PEMBAHASAN


Takdir berasal dari kata qaddara yang berasal dari akar kata qadara yang berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran. Secara istilah takdir adalah ketetapan Allah akan garis kehidupan seseorang.
Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.[1]
Umat islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal sebagai rukun iman yang dapat dipelajari dari  informasi tuhan, yakni informasi Allah melalui Al-Quran dan Hadis. Secara keilmuan, umat islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang telah terjadi. Allah berfirman dalam surat Al-Qomar ayat 49 :
Artinya : “Sesungguhnya kami telah menciptakan tiap sesuatu dengan takdir.”
Dan surat al hijr ayat 21:
Artinya : “Dan tidak ada sesuatu apapun, melainkan di sisi kamilah perbendaharaannya dan kami turunkan dia dengan takdir yang telah dipastikan.”
Dalam pengertian takdir ada 2 kata yang selalu berkaitan dan harus dibicarakan yaitu qadha dan qadar.
·               Qadha’ adalah bentuk masdar dari qadha yang berarti kehendak atau ketetapan hukum, dalam arti: kehendak atau ketetapan Allah terhadap segala sesuatu (sebagai program besar; belum direalisasikan dalam kenyataan).
·               Qadar adalah bentuk masdar dari qadara yang berarti ukuran atau ketentuan, dalam arti: ukuran atau ketentuan Allah terhadap segala sesuatu (program yang sudah terperinci).



Pada dasarnya, takdir dapat dibagi menjadi tiga: takdir ghaibi, takdir syar’i, dan takdir kauni. Ketiga takdir ini menjelaskan kehendak Allah atas segala sesuatu. Konsep takdir ini berisi tentang kehendak-kehendak Allah yang ghaib, masalah kewajiban-kewajiban manusia, dan hukum-hukum Allah yang berlaku di alam semesta ini.
Segala sesuatu yang Allah kehendaki terhadap kita (manusia). Takdir ini bersifat ghaib, rahasia, dan baru diketahui setelah terjadinya takdir tersebut. Dasarnya adalah kehendak Allah yang ghaib. Contohnya kehendak Allah terkait gender, tempat dan tanggal lahir, orang tua yang melahirkan, serta waktu dan tempat kematian. Allah berkehendak menjadikan sebagian manusia laki-laki dan sebagiannya lagi perempuan. Setiap manusia tidak dapat memilih gender yang ia kehendaki. Ia pun tidak dapat memilih di bumi mana ia lahir dan mati juga waktunya. Ia tidak dapat mengusulkan dari orang tua yang mana ia lahir. Semuanya mutlak hak prerogatif Allah.
Segala sesuatu yang Allah kehendaki dari diri kita. Sifatnya nyata, yaitu dapat diprediksi berdasarkan hukum sebab akibat. Dasarnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Contohnya adalah konsep surga dan neraka. Manusia akan masuk surga jika ia memenuhi kriteria-kriteria yang disyaratkan di dalam Al-Quran dan sunnah. Begitu juga sebaliknya, ia layak masuk neraka jika perilakunya sesuai dengan persyaratan masuk neraka. Karena hal ini dapat “diprediksi”, setiap orang dapat merenungi dirinya, “menghitung” amalnya, sudah sejauh manakah ia mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat dan tempat mana yang akan menjadi tempat kembalinya. Ia dapat mengintrospeksi dirinya dan melakukan perbaikan-perbaikan selama sisa hidupnya di dunia.
Segala sesuatu yang Allah kehendaki terhadap alam ini. Sifatnya nyata. Dasarnya adalah sunnatullah (hukum-hukum Allah atas alam ) , memenuhi hukum sebab-akibat, tetap, dan universal. Contohnya adalah hukum-hukum sains seperti fisika: hukum Newton, gravitasi, siklus air, dan termodinamika. Takdir ini berjalan menjaga keteraturan alam semesta. Ia seperti kitab undang-undang sebab akibat yang tertulis di alam, tetapi hanya orang yang berilmu yang dapat membacanya. Ia bersifat tetap, misalnya kalor akan tetap mengalir dari yang bersuhu tinggi ke yang bersuhu rendah sampai dunia ini berakhir. Universal, di mana pun air akan mendidih pada suhu 1000 C pada tekanan 1 atm. Jika hutan di hulu gundul, di hilir akan banjir. Jika tidak belajar, tidak akan berilmu. Itu semua adalah takdir kauni yang telah ada sejak alam ini diciptakan.

Pada umumnya sebagian besar orang membagi tiga golongan yaitu :
1.    Golongan Qodariyah
Salah satu golongan Mu’tazilah. Golongan ini menolak adanya takdir di dalam perbuatan dan usaha-usaha manusia. Mereka berpendapat bahwa manusia sendirilah yang menciptakan dan menguasai perbuatan-perbuatannya, baik kebaikan maupun keburukan. Manusia dalam segala usahanya terlepas dari kodrat Yang Maha Kuasa.
2.    Golongan Jabbariyah
Golongan yang berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dan pilihan sendiri dalam segala perbuatannya. Semua perbuata  Tuhanlah yang menghendakinya baik kebaikan maupun keburukan. Makhluk itu seakan-akan seperti selembar bulu di tengah-tengah lapangan luas, akan bergerak kesana kemari mengikuti tiupan angin. Manusia tidak punya ikhtiar. Karena faham ini mendorong kepada fatalis. Faham ini diduga didirikan oleh orang Yahudi yang bernama Thalud bin A’sam dengan tujuan merusak keyakinan Islam dari dalam.
3.    Golongan yang mengambil jalan tengah
Antara kedua pendapat tersebut di atas, golongan ini berpendapat bahwa lahirnya manusia memiliki ikhtiar, tetapi hakikatnya tidak berdaya, ia tidak bisa lepas dari qadar Tuhan dengan ilmu dan iradat-Nya.

Takdir merupakan suatu hal yang sangat ghaib sehingga kita tidak dapat mengetahui takdir kita sedikitpun. Yang dapat kita lakukan hanyalah berusaha karena berusaha telah Allah tentukan sebagai suatu kewajiban. Sangat penting bagi manusia untuk mengusahakan qadha yang selanjutnya menerima qadarnya. Dalam takdir ada empat tingkatan yang wajib diimani, yaitu :
1.      Al-‘Ilmu
Setiap orang harus meyakini bahwa Allah mengetahui segala sesuatu baik secara global maupun terperinci. Dia mengetahui apa yang detail maupun yang jelas atas setiap gerak-gerik makhluk-Nya.
2.      Al-Kitabah
Setiap orang harus meyakini Allah mencatat semua itu dalam Lauhul Mahfuz.
3.      Al-Masyiah (kehendak)
Kehendak Allah ini bersifat umum, bahwa tidak ada satupun di langit maupun di bumi melainkan terjadi dengan iradat/masyiah (kehendak/keinginan) Allah SWT. Tidak ada di dalam kekuasaan-Nya yang tidak diinginkan-Nya selamanya, baik yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh zat Allah atau yang dilakukan untuk makhluk-Nya.
4.      Al-Khalqu
Bahwa tidak ada satupun di langit dan di bumi melainkan Allah sebagai pencipta, pemilik, pengatur, dan penguasanya.

Untuk memahami konsep takdir, umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi yang dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.
1.      Dimensi ketuhanan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al-Quran yang menginformasikan bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan takdir.
·         Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin.” (Al Hadid / QS. 57:3). (Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang).
·         Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya).” (Al-Furqaan / QS. 25:2)
·         Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah.” (Al-Hajj / QS. 22:70)
·         Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.” (Al Maa'idah / QS. 5:17)
·         Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya.” (Al-An'am / QS 6:149)
·         Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.” (As-Safat / 37:96)
·         Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan (Luqman / QS. 31:22). Allah yang menentukan segala akibat.

2.      Dimensi kemanusiaan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang dipilihnya.
·         Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar Ra'd / QS. 13:11)
·         (Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al Mulk / QS. 67:2)
·         Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih (Al-Baqarah / QS. 2:62). Iman kepada Allah dan hari kemudian dalam arti juga beriman kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.
·         ...barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir... (Al Kahfi / QS. 18:29)[2]

Potensi yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan peranan sebagai mahluk sosial yang adaptif yang mampu mengelola diri sendiri serta seluruh potensi yang terkandung dalam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan  dalam tatanan kehidupan yang seimbang dan berkelanjutan.

G.           Menyikapi Takdir agar Kualitas Sumber Daya Manusia Meningkat
Berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia, takdir adalah pengetahuan sempurna yang dimiliki Allah tentang seluruh kejadian masa lalu atau masa depan. Kebanyakan orang mempertanyakan bagaimana Allah dapat mengetahui peristiwa yang belum terjadi. Sebagian manusia berkeyakinan bahwa Allah menentukan takdir manusia, akan tetapi terkadang takdir dapat dirubah oleh manusia itu sendiri. Maka dari itu, cara untuk meningkatan sumber daya manusia sudah seharusnya kita berusaha dan berdoa. Tanpa keduanya semuanya tidak ada artinya. Jika tidak ada ikhtiar, manusia akan sia-sia. Dengan adanya keyakinan kepada takdir, maka akan menjadi kekuatan yang dapat membangkitkan semangat kerja, gairah berusaha dan sebagai dorongan yang positif untuk meraih kesuksesan hidup.

Inti dari segala ilmu tauhid atau keimanan pada akhirnya terletak atas iman kepada takdir, sebagai titik akhir sikap penyerahan diri seorang muslim atas ketentuan Tuhan. Sebagai konsekuensinya mempercayai dan meyakini wujudnya Tuhan dan penerimaan atas segala hukum dan ketentuannya.[3]
Adapun hikmah atau manfaat iman kepada takdir antara lain :
1.      Mendorong untuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.
2.      Mendorong untuk berusaha lebih sungguh-sungguh dari masa ke masa
3.      Membuat hidup lebih tenang dan sabar dalam menghadapi segala macam persoalan.
4.      Membebaskan manusia dari berbagai macam penyakit rohani seperti iri, sombong, nifaq, malas dan sebagainya.
5.      Menyuburkan dalam diri manusia segala macam sifat-sifatyang baik, seperti ikhlas, kasih sayang, rajin, tawakal, mencukupkan apa yang ada, dan lain sebagainya.





[1] Al-Quran, Surat Yusuf (12) Ayat 68
[2]Al-Quran, Surat Al-Kahfi (18) Ayat 29
[3]Zaini, Syahminan. Kuliah Aqidah Islam (Surabaya: Al-Ikhlas,1983) hlm 378


BAB III

KESIMPULAN


Kata takdir berasal dari kata qaddara yang berasal dari akar kata qadara yang berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran. Sedangkan menurut istilah takdir sendiri memiliki arti sebagai suatu ketetapan akan garis kehidupan seseorang. Setiap orang lahir lengkap dengan skenario perjalanan kehidupannya dari awal hingga akhir. Takdir dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: takdir ghaibi, takdir syar’i dan takdir kauni.
Berkaitan dengan pendapat manusia tentang takdir, pada umumnya sebagian besar orang membagi tiga golongan yaitu : (1) Golongan Qodariyah, yaitu golongan yang menolak adanya takdir di dalam perbuatan dan usaha-usaha manusia; (2) Golongan Jabbariyah adalah golongan yang berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dan pilihan sendiri dalam segala perbuatannya; dan (3) Golongan yang mengambil jalan tengah yaitu golongan yang berpendapat bahwa lahirnya manusia memiliki ikhtiar, tetapi hakikatnya tidak berdaya, ia tidak bisa lepas dari qadar Tuhan dengan ilmu dan iradat-Nya.
Dengan memahami konsep takdir maka kita dapat menarik kesimpulan yaitu sebagai manusia kita harus meyakini adanya takdir Allah. Dan tugas manusia adalah berusha dan berdoa. Doa dan usaha haruslah seimbang. Tanpa keduanya semua tidak ada artinya. Jika tidak ada ikhtiar dari manusia maka takdir menjadi tidak bermakna. Begitu sebaliknya jika tidak ada takdir maka ikhtiar manusia akan sia-sia.





DAFTAR PUSTAKA


·         Tauhid. 2005. Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
·         Zaini, Syahminan. 1983. Kuliah Aqidah Islam. Surabaya : Al-Ikhlas
·         Takdir. http://id.wikipedia.org/wiki.
·         Departemen Agama RI. 2001. Al-Quran dan terjemahannya. Jakarta : CV. Ferlia Citra Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar