MAKALAH TAUHID
KONSEP TAKDIR DALAM PENINGKATAN MUTU SUMBER DAYA MANUSIA
Dosen Pengampu :
M Jamil, M.Ag
Disusun Oleh :
Avida Zulfiana D (15820169)
Celya Candra Dewi (15820187)
Muhammad Ihsan Revi (15820198)
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan tepat waktu dengan judul “Konsep Takdir Dalam Peningkatan Mutu Sumber
Daya Manusia” yang mencakup tentang pengertian takdir, konsep takdir dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan pengaruh taqdir dalam
meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Makalah
ini ditulis guna memenuhi
tugas mata kuliah tauhid, dan kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
dosen dan teman-teman yang membaca maklah ini. Tentuya makalah ini masih sangat
jauh dari sempurna, maka
dari itu kritik dan saran sangat diharpkan oleh penulis.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Di
era yang sudah maju ini persoalan
tentang takdir tidak henti-hentinya dibicarakan oleh banyak orang serta
perbedaan pendapat yang selelu simpang siur. Hal
ini dinyatakan dalam al- kitab yang berisikan segala sesuatu yang terjadi
didalam diri seseorang sudah tertulis dalam al- kitab tersebut. Percaya atu
beriman terhadap takdir allah swt merupakan salahsatu rukun iman yang harus
dipercayai oleh setiap umat agama islam. Namun dalam mempercayai suatu takdir
masih menjadi persoalan dan pemahaman yang begitu rumit, karena keberadaan
takdir yang bersifat ghaib, abstrak, dan tidakmudah dipahami oleh pemikiran
manusia, sebagimana rukun- rukun iman yang lain. Masalah kegaiban dan
keabstrakan dari keenam rukun iman kemudian memunculkan berbagai macam problem
pemahaman bagi manusia termasuk
yang ghaib mengenai pemahaman
takdir tuhan.
1.
Apakah yang dimaksud dengan takdir?
2.
Apa saja pembagian takdir?
3.
Bagaimanakah pendapat manusia tentang takdir?
4.
Bagaimanakah konsep takdir?
5.
Bagaimanakah dimensi pemahaman takdir dalam pelaksanaannya?
6.
Apakah yang dimaksud dengan sumber daya manusia?
7.
Bagaimanakah cara menyikapi takdir agar kualitas sumber daya
manusia meningkat?
8.
Apa saja manfaat iman kepada takdir?
1.
Mengetahui pengertian takdir.
2.
Mengetahui pembagian takdir.
3.
Mengetahui pendapat manusia tentang takdir.
4.
Mengetahui konsep takdir.
5.
Mengetahui bagaimana dimensi pemahaman takdir dalam pelaksanaannya.
6.
Mengetahui pengertian sumber daya manusia.
7.
Mengetahui cara untuk menyikapi takdir agar kualitas sumber daya manusia
meningkat.
8.
Mengetahui menfaat-manfaat iman kepada takdir.
BAB II
PEMBAHASAN
Takdir berasal dari kata qaddara yang berasal
dari akar kata qadara yang berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran. Secara istilah takdir adalah ketetapan Allah akan garis
kehidupan seseorang.
Takdir adalah ketentuan
suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang meliputi semua sisi kejadiannya
baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya maupun waktunya. Dengan
demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya, termasuk manusia.[1]
Umat
islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan tuhan yang harus diimani
sebagaimana dikenal sebagai rukun iman yang dapat dipelajari dari informasi tuhan, yakni informasi Allah
melalui Al-Quran dan Hadis. Secara keilmuan, umat
islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang
telah terjadi. Allah berfirman dalam surat
Al-Qomar ayat 49 :
Artinya : “Sesungguhnya kami telah menciptakan tiap sesuatu dengan takdir.”
Dan surat al hijr ayat 21:
Artinya : “Dan tidak ada sesuatu apapun, melainkan di sisi kamilah
perbendaharaannya dan kami turunkan dia dengan takdir yang telah dipastikan.”
Dalam pengertian takdir ada 2 kata yang selalu berkaitan dan harus
dibicarakan yaitu qadha dan qadar.
·
Qadha’ adalah bentuk masdar dari qadha yang berarti kehendak atau ketetapan
hukum, dalam arti: kehendak atau ketetapan Allah terhadap segala sesuatu (sebagai
program besar; belum direalisasikan dalam kenyataan).
·
Qadar
adalah bentuk masdar dari
qadara yang berarti ukuran atau ketentuan, dalam arti: ukuran atau ketentuan
Allah terhadap segala sesuatu (program
yang sudah terperinci).
Pada dasarnya, takdir dapat dibagi
menjadi tiga: takdir ghaibi, takdir syar’i, dan takdir kauni. Ketiga takdir ini
menjelaskan kehendak Allah atas segala sesuatu. Konsep takdir ini berisi
tentang kehendak-kehendak Allah yang ghaib, masalah kewajiban-kewajiban
manusia, dan hukum-hukum Allah yang berlaku di alam semesta ini.
Segala sesuatu yang Allah kehendaki terhadap kita
(manusia). Takdir ini bersifat ghaib, rahasia, dan baru diketahui setelah
terjadinya takdir tersebut. Dasarnya adalah kehendak Allah yang ghaib.
Contohnya kehendak Allah terkait gender, tempat
dan tanggal lahir, orang tua yang melahirkan, serta
waktu dan tempat kematian. Allah berkehendak menjadikan sebagian manusia
laki-laki dan sebagiannya lagi perempuan. Setiap manusia tidak dapat memilih
gender yang ia kehendaki. Ia pun tidak dapat memilih di bumi mana ia lahir dan
mati juga waktunya. Ia tidak dapat mengusulkan dari orang tua yang mana ia
lahir. Semuanya mutlak hak prerogatif Allah.
Segala sesuatu yang Allah kehendaki dari diri kita.
Sifatnya nyata, yaitu dapat diprediksi berdasarkan hukum sebab akibat. Dasarnya
adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Contohnya adalah konsep surga dan neraka. Manusia
akan masuk surga jika ia memenuhi kriteria-kriteria yang disyaratkan di dalam
Al-Quran dan sunnah. Begitu juga sebaliknya, ia layak masuk neraka jika
perilakunya sesuai dengan persyaratan masuk neraka. Karena hal ini dapat
“diprediksi”, setiap orang dapat merenungi dirinya, “menghitung” amalnya, sudah
sejauh manakah ia mempersiapkan diri menghadapi kehidupan akhirat dan tempat
mana yang akan menjadi tempat kembalinya. Ia dapat mengintrospeksi dirinya dan
melakukan perbaikan-perbaikan selama sisa hidupnya di dunia.
Segala sesuatu yang Allah kehendaki terhadap alam ini.
Sifatnya nyata. Dasarnya adalah sunnatullah (hukum-hukum Allah atas alam ) ,
memenuhi hukum sebab-akibat, tetap, dan universal. Contohnya adalah hukum-hukum
sains seperti fisika: hukum Newton, gravitasi, siklus air, dan termodinamika.
Takdir ini berjalan menjaga keteraturan alam semesta. Ia seperti kitab
undang-undang sebab akibat yang tertulis di alam, tetapi hanya orang yang
berilmu yang dapat membacanya. Ia bersifat tetap, misalnya kalor akan tetap
mengalir dari yang bersuhu tinggi ke yang bersuhu rendah sampai dunia ini
berakhir. Universal, di mana pun air akan mendidih pada suhu 1000 C
pada tekanan 1 atm. Jika hutan di hulu gundul, di hilir akan banjir. Jika tidak
belajar, tidak akan berilmu. Itu semua adalah takdir kauni yang telah ada sejak
alam ini diciptakan.
Pada umumnya sebagian besar orang membagi tiga
golongan yaitu :
1. Golongan
Qodariyah
Salah satu golongan Mu’tazilah. Golongan ini menolak
adanya takdir di dalam perbuatan dan usaha-usaha manusia. Mereka berpendapat
bahwa manusia sendirilah yang menciptakan dan menguasai perbuatan-perbuatannya,
baik kebaikan maupun keburukan. Manusia dalam segala usahanya terlepas dari
kodrat Yang Maha Kuasa.
2. Golongan
Jabbariyah
Golongan yang berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai
kehendak dan pilihan sendiri dalam segala perbuatannya. Semua perbuata
Tuhanlah yang menghendakinya baik kebaikan maupun keburukan. Makhluk itu seakan-akan seperti selembar bulu di tengah-tengah lapangan
luas, akan bergerak kesana kemari mengikuti tiupan angin. Manusia tidak punya ikhtiar. Karena faham ini mendorong
kepada fatalis. Faham ini diduga didirikan oleh orang Yahudi yang bernama
Thalud bin A’sam dengan tujuan merusak keyakinan Islam dari dalam.
3. Golongan
yang mengambil jalan tengah
Antara kedua pendapat tersebut di atas, golongan ini
berpendapat bahwa lahirnya manusia memiliki ikhtiar, tetapi hakikatnya tidak
berdaya, ia tidak bisa lepas dari qadar Tuhan dengan ilmu dan iradat-Nya.
Takdir merupakan suatu hal yang sangat ghaib sehingga
kita tidak dapat mengetahui takdir kita sedikitpun. Yang dapat kita lakukan
hanyalah berusaha karena berusaha telah Allah tentukan sebagai suatu kewajiban.
Sangat penting bagi manusia untuk mengusahakan qadha yang selanjutnya menerima
qadarnya. Dalam takdir ada empat tingkatan yang wajib diimani, yaitu :
1. Al-‘Ilmu
Setiap orang harus meyakini bahwa Allah mengetahui
segala sesuatu baik secara global maupun terperinci. Dia mengetahui apa yang
detail maupun yang jelas atas setiap gerak-gerik makhluk-Nya.
2. Al-Kitabah
Setiap orang harus meyakini Allah mencatat semua itu
dalam Lauhul Mahfuz.
3. Al-Masyiah
(kehendak)
Kehendak Allah ini bersifat umum, bahwa tidak ada
satupun di langit maupun di bumi melainkan terjadi dengan iradat/masyiah
(kehendak/keinginan) Allah SWT. Tidak ada di dalam kekuasaan-Nya yang tidak
diinginkan-Nya selamanya, baik yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh
zat Allah atau yang dilakukan untuk makhluk-Nya.
4. Al-Khalqu
Bahwa tidak ada satupun di langit dan di bumi
melainkan Allah sebagai pencipta, pemilik, pengatur, dan penguasanya.
Untuk memahami konsep takdir, umat Islam tidak dapat
melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi yang dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan
dimensi kemanusiaan.
1.
Dimensi ketuhanan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al-Quran yang menginformasikan bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk
menciptakan takdir.
·
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin.” (Al Hadid / QS. 57:3). (Allah tidak terikat ruang dan waktu,
bagi-Nya tidak memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang).
·
“Dia (Allah) telah menciptakan segala
sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya).” (Al-Furqaan / QS. 25:2)
·
“Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah
mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua
telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah.” (Al-Hajj / QS. 22:70)
·
“Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.” (Al Maa'idah / QS. 5:17)
·
“Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia
memberi petunjuk kepadamu semuanya.” (Al-An'am / QS 6:149)
·
“Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu
perbuat.” (As-Safat / 37:96)
·
“Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan
segala urusan” (Luqman
/ QS. 31:22). Allah yang menentukan segala akibat.
2.
Dimensi kemanusiaan
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al
Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang
dipilihnya.
·
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Ar Ra'd / QS. 13:11)
·
“(Allah) Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al Mulk / QS. 67:2)
·
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi
zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa
saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian,
dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan
mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih” (Al-Baqarah / QS. 2:62). Iman kepada Allah dan hari kemudian dalam arti juga beriman kepada
Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.
·
“...barangsiapa yang ingin (beriman)
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir...” (Al Kahfi / QS. 18:29)[2]
Potensi
yang terkandung dalam diri manusia untuk mewujudkan peranan sebagai mahluk
sosial yang adaptif yang mampu mengelola diri sendiri serta seluruh potensi
yang terkandung dalam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan kehidupan yang seimbang dan
berkelanjutan.
Berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia, takdir
adalah pengetahuan sempurna yang dimiliki Allah tentang seluruh kejadian masa
lalu atau masa depan. Kebanyakan orang mempertanyakan bagaimana Allah dapat
mengetahui peristiwa yang belum terjadi. Sebagian manusia berkeyakinan bahwa
Allah menentukan takdir manusia, akan tetapi terkadang takdir dapat dirubah
oleh manusia itu sendiri. Maka dari itu, cara untuk meningkatan sumber daya
manusia sudah seharusnya kita berusaha dan berdoa. Tanpa keduanya semuanya
tidak ada artinya. Jika tidak ada ikhtiar, manusia akan sia-sia. Dengan adanya
keyakinan kepada takdir, maka akan menjadi kekuatan yang dapat membangkitkan
semangat kerja, gairah berusaha dan sebagai dorongan yang positif untuk meraih
kesuksesan hidup.
Inti dari segala ilmu tauhid atau keimanan pada
akhirnya terletak atas iman kepada takdir, sebagai titik akhir sikap penyerahan
diri seorang muslim atas ketentuan Tuhan. Sebagai konsekuensinya mempercayai dan
meyakini wujudnya Tuhan dan penerimaan atas segala hukum dan ketentuannya.[3]
Adapun hikmah atau manfaat iman kepada takdir antara
lain :
1. Mendorong
untuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh.
2. Mendorong
untuk berusaha lebih sungguh-sungguh dari masa ke masa
3. Membuat
hidup lebih tenang dan sabar dalam menghadapi segala macam persoalan.
4. Membebaskan
manusia dari berbagai macam penyakit rohani seperti iri, sombong, nifaq, malas
dan sebagainya.
5. Menyuburkan
dalam diri manusia segala macam sifat-sifatyang baik, seperti ikhlas, kasih
sayang, rajin, tawakal, mencukupkan apa yang ada, dan lain sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Kata takdir berasal dari kata qaddara
yang berasal dari akar kata qadara yang berarti mengukur, memberi kadar atau
ukuran. Sedangkan menurut istilah takdir sendiri memiliki arti sebagai suatu
ketetapan akan garis kehidupan seseorang. Setiap orang lahir lengkap dengan
skenario perjalanan kehidupannya dari awal hingga akhir. Takdir dapat dibagi
menjadi tiga,
yaitu: takdir ghaibi, takdir syar’i dan takdir kauni.
Berkaitan dengan pendapat manusia
tentang takdir, pada umumnya sebagian besar orang membagi tiga golongan yaitu :
(1) Golongan Qodariyah, yaitu golongan yang menolak adanya
takdir di dalam perbuatan dan usaha-usaha manusia; (2) Golongan Jabbariyah adalah golongan
yang berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dan pilihan sendiri
dalam segala perbuatannya; dan (3) Golongan yang mengambil jalan tengah yaitu golongan
yang berpendapat bahwa lahirnya manusia memiliki ikhtiar, tetapi hakikatnya
tidak berdaya, ia tidak bisa lepas dari qadar Tuhan dengan ilmu dan iradat-Nya.
Dengan memahami konsep takdir maka kita
dapat menarik kesimpulan yaitu sebagai manusia kita harus meyakini adanya
takdir Allah. Dan tugas manusia adalah berusha dan berdoa. Doa dan usaha
haruslah seimbang. Tanpa keduanya semua tidak ada artinya. Jika tidak ada
ikhtiar dari manusia maka takdir menjadi tidak bermakna. Begitu sebaliknya jika
tidak ada takdir maka ikhtiar manusia akan sia-sia.
DAFTAR PUSTAKA
·
Tauhid. 2005. Yogyakarta : Pokja Akademik UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
·
Zaini, Syahminan. 1983. Kuliah
Aqidah Islam. Surabaya : Al-Ikhlas
·
Takdir. http://id.wikipedia.org/wiki.
·
Departemen Agama RI. 2001. Al-Quran
dan terjemahannya. Jakarta : CV. Ferlia Citra Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar